twitter



Akhir-akhir ini bencana kerap melanda Indonesia. Mulai dari Letusan gunung Merapi, peningkatan status beberapa daerah pegunungan sirkum mediterania, gempa dan tsunami di Mentawai sampai di timur Indonesia, yakni banjir bandang di Wasior, Irian Barat. Beberapa bencana selama 10 tahun terakhir juga masih jelas dalam ingatan bangsa ini. Korban bencana di Indonesia pun tergolong tinggi, dengan puncaknya Tsunami Aceh tahun 2004 yang menelan ratusan ribu korban jiwa.
Selain menjadi wilayah strategis di antara dua benua dan dua samudera, Indonesia juga dihadapkan pada berbagai ancaman bencana alam. Ada tiga lempeng benua yang membatasi Indonesia, yakni Eurasia, Indo-Australia dan Pasifik. Selain itu pegunungan sirkum mediteran dan sirkum pasifik juga bersilangan di wilayah Indonesia. Hal itulah yang menyebabkan negeri ini kaya sumber daya alam dan flora fauna beriklim tropis serta kaya akan berbagai bencana alam seperti gunung berapi, tsunami, tanah longsor, banjir dan gempa bumi. Bila terjadi pergeseran lempeng, maka Indonesia akan mengalami dampak sistemik bencana alam. Itulah sebabnya akhir-akhir ini bencana alam sering menghampiri Indonesia dikarenakan terjadinya pergeseran lempeng Indo-Australia dengan lempeng Eurasia.
Deretan bencana ini sebenarnya sudah diprediksi sebelumnya. Gempa 7,2 SR di Mentawai adalah sisa dari gempa 8,4 SR di Padang pada tahun 2007 lalu. Perubahan status gunung-gunung sirkum mediteran juga imbas dari pergesekan antara dua lempeng benua. Alat-alat pendeteksi bencanapun sudah dipasang di wilayah rawan bencana di Indonesia. Namun kita tak bisa sepenuhnya mengandalkan alat peringatan dini. Seperti yang diinformasikan BMKG, mulanya gempa Mentawai berpotensi tsunami. Namun 25 menit kemudian lembaga ini merilis gempa tersebut tidak berpotensi tsunami. Prediksi BMKG meleset dan tsunami Mentawai tak bisa dihindarkan.
Peralatan canggih memang bukan pencegah bencana. Namun mekanisme peringatan bencana wajib diterapkan di Indonesia sebagai bentuk peringatan bencana. Salah satu contoh nyata pemanfaatan peralatan pendeteksi bencana adalah jepang, negeri rawan sekaligus berpengalaman menangani gempa dan tsunami. Jepang merupakan negara rawan gempa yang sudah memasang alat pendeteksi gempa, baik di darat maupun di laut. Alat yang dipasang di laut juga dilengkapi dengan pendeteksi tsunami. Alat inipun dilengkapi dengan komputer super cepat beserta sarana komunikasinya. Dengan demikian, ketika tsunami terjadi, hanya dalam hitungan 2-5 menit, seluruh data lengkap tentang ancaman tsunami itu tersiar ke publik melalui jaringan televisi. Mekanisme peringatan dini inilah yang dikembangkan di Jepang kini.
Untuk itulah perlunya Indonesia memperbaiki mekanisme peringatan bencana dini. Ketika serangkaian bencana terjadi di Indonesia,ironisnya pejabat DPR tetap berencana merealisasikan kunjungan kerja ke luar negeri. Biaya yang dikeluarkan mencapai 1,5 milyar untuk sebuah kunjungan kerja. Anggaran biaya yang jauh lebih besar dari instalasi mekanisme peringatan dini di wilayah rawan bencana. Mahasiswa sebagai akademisi rakyat harus memiliki prinsip idealis sesuai peran dan fungsi mahasiswa. Jika pejabat sudah tidak bisa diharapkan maka mahasiswalah ujung tombak bangsa ini. Banyak hal yang bisa dilakukan mahasiswa untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat. Sebagai contoh, mahasiswa jurusan geomatika bisa membuat sistem peringatan bencana. Dengan bantuan mahasiswa di bidang teknologi informasi dan komunikasi, sistem peringatan dini disalurkan dengan akurat dan aktual. Implementasi karya mahasiswa seperti itu bukanlah hal yang mustahil dilaksanakan. Mahasiswa Indonesia tidak kalah cerdas dibanding mahasiswa negara lain. Semua hal tersebut harus mendapat dukungan dari berbagai elemen masyarakat. Namun diperlukan peran serta pemerintah bijak dan cerdas untuk menjembatani upaya kesejahteraan bangsa demi mewujudkan negeri tahan bencana.(neomushlih)
Minggu, 14 November 2010 | 0 komentar | Label:

0 komentar:

Posting Komentar